Banyak Potensi Perang, Bagaimana Pandangan Buddhisme Tentang Perang?

Eka-citta Kamadhis UGM
4 min readNov 27, 2023

--

Gambar 1. Kondisi rusun saat perang (Sumber gambar: Kompas.com)

‘Perang’, salah satu kata yang tidak asing di telinga kita saat ini, seperti perang Rusia-Ukraina, Israel-Palestina, kemungkinan perang Tiongkok-Taiwan, perang saudara di Suriah, dan masih banyak lagi. Tindakan ini tidak dapat dibenarkan sama sekali karena perang hanyalah suatu tragedi dimana manusia menyakiti satu sama lain. Namun, apakah pandangan Buddhis akan memandangnya dengan berbeda? Pandangan Buddhisme tentang perang didasarkan pada prinsip-prinsip inti agama ini yang menekankan pentingnya perdamaian, belas kasihan, dan penghindaran kekerasan. Dalam ajaran Buddhisme, perang dan kekerasan umumnya dianggap bertentangan dengan nilai-nilai mendasar agama ini. Meskipun ada keberagaman dalam pandangan individu dalam komunitas Buddhisme, ada beberapa tema utama yang sering muncul dalam konteks pandangan agama ini tentang perang, seperti:

  • Ahimsa (Non-Kekerasan)

Prinsip ahimsa, atau non-kekerasan, merupakan salah satu konsep paling penting dalam Buddhisme. Ahimsa mengajarkan bahwa semua kehidupan memiliki nilai intrinsik dan menghargai kehidupan adalah prinsip fundamental. Para penganut Buddhisme dianjurkan untuk menghindari kekerasan fisik, psikologis, dan verbal. Mereka merawat semua bentuk kehidupan dengan belas kasihan dan tidak berpartisipasi dalam perang atau tindakan kekerasan. Ahimsa juga dianggap sebagai jalan menuju perdamaian dan pembebasan dari siklus penderitaan.

Dalam literatur Buddhis klasik, ditemukan banyak kutipan yang menegaskan pentingnya ahimsa. Misalnya, dalam Dhammapada, salah satu teks terkenal Buddhisme Theravada, dikatakan: “Kemenangan melalui kekerasan membawa kesenangan sesaat, tetapi membawa penderitaan abadi. Mengetahui ini, orang yang bijaksana tidak bergantung pada kekerasan”.

  • Belas Kasihan dan Cinta Kasih

Ketika terjadi konflik atau perang, penganut Buddhisme dianjurkan untuk mempraktikkan belas kasihan terhadap semua pihak yang terlibat dan untuk mencari solusi yang bijaksana untuk menyelesaikan konflik tersebut. Buddhisme menekankan pentingnya belas kasihan (karuna) dan cinta kasih (metta) dalam hubungan dengan semua makhluk. Belas kasihan adalah rasa simpati dan empati yang dalam terhadap penderitaan orang lain, sementara cinta kasih adalah kasih sayang dan kepedulian tanpa batas terhadap semua bentuk kehidupan.

Dalam konteks perang, pandangan Buddhisme mengarahkan penganutnya untuk menerapkan belas kasihan kepada semua pihak yang terlibat. Ini mencakup tidak hanya belas kasihan terhadap para korban perang, tetapi juga belas kasihan terhadap prajurit dan pemimpin yang terlibat dalam tindakan kekerasan. Belas kasihan ini mendorong penganut Buddhisme untuk mencari solusi yang bijaksana dan damai dalam menyelesaikan konflik, dan untuk mencoba menghindari konfrontasi yang merugikan semua pihak yang terlibat.

  • Penyelesaian Konflik secara Damai

Buddhisme mendorong penyelesaian konflik melalui dialog, mediasi, dan negosiasi. Penganut Buddhisme didorong untuk mencari jalan damai dalam menyelesaikan perbedaan dan konflik, serta untuk menghindari kekerasan fisik. Tidak hanya itu, penganut Buddhisme juga harus mempraktikkan kebijaksanaan (prajna) dalam menangani konflik. Ini melibatkan penggunaan kecerdasan, ketenangan, dan pemahaman yang mendalam untuk mencapai penyelesaian yang adil dan saling menguntungkan.

Dalam sejarah, banyak pemimpin Buddhisme yang terlibat dalam upaya mediasi dan perdamaian, berusaha membangun jembatan antara pihak yang berseteru dan mempromosikan penyelesaian damai. Salah satu contoh terkenal adalah peran Raja Ashoka dari India kuno yang, setelah mengalami konversi agama menjadi Buddhis, berusaha mempraktikkan nilai-nilai perdamaian dan menghentikan pertumpahan darah dalam kekaisarannya.

  • Karma dan Akibat

Konsep karma adalah bagian integral dari ajaran Buddhisme. Karma mengajarkan bahwa setiap tindakan memiliki konsekuensi atau akibat. Tindakan kekerasan dan perang dapat menghasilkan penderitaan dan memperkuat siklus penderitaan. Oleh karena itu, penganut Buddhisme berupaya untuk melakukan tindakan yang baik dan menghindari tindakan yang berpotensi menyebabkan penderitaan. Karma juga menekankan tanggung jawab pribadi dalam bertindak dengan bijaksana dan bertanggung jawab terhadap dampak tindakan kita.

Dalam konteks perang, konsep karma mengingatkan penganut Buddhisme tentang akibat yang mungkin timbul dari partisipasi dalam kekerasan. Meskipun kadang-kadang ada situasi di mana beberapa penganut Buddhisme mungkin mempertimbangkan partisipasi dalam perang sebagai bentuk perlindungan terhadap kebaikan yang lebih besar atau membela keadilan, konsep karma tetap menjadi faktor penting dalam mempertimbangkan tindakan mereka.

  • Praktik Meditasi dan Pemurnian Diri

Dalam menghadapi konflik atau situasi yang penuh kekerasan, praktik meditasi dan pemurnian diri merupakan bagian integral dari ajaran Buddhisme. Dengan mempraktikkan meditasi, penganut Buddhisme berusaha mengembangkan ketenangan pikiran, kebijaksanaan, dan belas kasihan, sehingga mereka dapat merespons konflik dengan cara yang bijaksana dan damai.

Melalui meditasi, penganut Buddhisme berusaha mengembangkan kualitas seperti ketenangan, kebijaksanaan, cinta-kasih, dan belas kasihan. Ini membantu mereka menghadapi konflik dengan sikap yang tidak memihak, tidak fanatik, dan mencari solusi yang adil dan damai. Meditasi juga dapat membantu mengatasi kebencian, dendam, dan agresi yang mungkin muncul dalam konteks konflik.

Penting untuk dicatat bahwa pandangan individu dalam Buddhisme dapat bervariasi, dan respons terhadap situasi perang bisa menjadi kompleks. Beberapa penganut Buddhisme mungkin mempertimbangkan partisipasi dalam perang jika dianggap sebagai bentuk perlindungan terhadap kebaikan yang lebih besar atau dalam membela keadilan. Namun, secara umum, pandangan dan ajaran Buddhisme menekankan pentingnya perdamaian, non-kekerasan, dan penyelesaian konflik secara damai.

Gambar 2. Sepenggal motivasi hari ini (Sumber gambar: dokumentasi pribadi)

Profil penulis:

Darwin Tandjo, mahasiswa Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada yang memiliki ketertarikan pada bidang keuangan, perekonomian, dan geopolitik. Namun, selalu terbuka untuk mendalami topik di luar ketiga bidang tersebut melalui karya tulisnya yang difasilitasi oleh Tim Redaksi Eka-citta. Apabila memiliki ketertarikan untuk bekerja sama, penulis dapat dihubungi melalui email darwintandjo@mail.ugm.ac.id atau instagram @darwintandjo10.

Referensi:

O’Brien, Barbara., 2019, Pandangan Buddhis tentang Perang, diakses pada 10 Juli 2023, melalui https://id.eferrit.com/pandangan-buddhis-tentang-perang/.

--

--

Responses (1)